Banyak hal yang aku suka dari kamu.
Yang kamu tak tahu kalau aku tidak hanya melihat dengan
mata.
Butuh indra lain untuk memperhatikan, mempelajari juga
memahaminya.
Kamu itu sangat pendiam. Begitu cerewet.
Kamu itu jago ngelawak. Begitu pemarah.
Kamu itu sangat berantakan tapi kalau diminta bersih-bersih
enggak pernah menolak.
Kamu itu enggak bisa liat gadget baru pasti ngulik dan utak atik.
Kamu itu sering sakit.Terus kalau sakit suka minta dikompres.
You are my little boy.
Childish sekali.
Aku selalu bingung bagaimana menyatakan rasa cintaku
padanya.
Memberitahunya bahwa aku sayang dan perhatian padanya.
Aku hanya bisa mengelap tangannya yang kotor menggunakan tissue
basah setiap dia habis berkendara.
Aku hanya bisa membersihkan sendok dan garpu untuknya menggunakan
tissue ketika kami makan bersama.
Aku hanya bisa membelikan vitamin C dan mengingatkan untuk
mengkonsumsinya setiap hari.
Aku takut dia lelah kemudian sakit ketika aku tak ada
disampingnya.
Dia yang selalu merengek minta di kompres , juga di peluk,
juga di kecup keningnya yang panas.
Entah apa efeknya. Melihatnya tertidur pulas saja sudah
cukup meredakan kekhawatiranku.
Dia sungguh-sungguh manja.
Dan bodohnya aku selalu saja mau
memanjakannya.
Kalau makan suka minta disuapin.
Tak peduli didepan khalayak
ramai.
Kalau lihat aku pakai masker wajah.
Dia selalu aja merengek
minta dimaskerin juga.
Disuruh sholat susahnya minta ampun.
Mesti dicium-cium dulu
baru mau sholat.
Diajak mokel bakso sama es doger pas puasa enggak pernah
nolak . Alright, kami adalah partner in crime paling jago ngibul.
Ngibul
bukan bohong.
Aku tidak akan pernah lupa ketika dia mengatakan
“meet me in the morning when you wake up”
Aku tidak akan pernah
lupa ketika dia protes
“Ayang, pakai bajunya jangan yang terlalu terbuka!!”
Aku tidak akan pernah lupa waktu dia sedikit sungkan
mengatakan ”Ayang, aku gak hafal ayat kursi. Ajarin dong”
Aku tidak akan pernah lupa saat dia menciutkanku dengan
perkataan “Ayang, kok goreng telur ceplok, kuningnya gak mateng banget. Aku kan
gak suka!”
Aku tidak akan pernah lupa ketika dia menggenggam tanganku seraya berkata
“kapan yah di jari
manismu ada cincin dari aku?”
Aku pun tak akan pernah lupa caranya menyakitiku dengan
perkataan “Semua tes yang aku beri untuk tahu kamu layak apa enggak jadi istri
aku tuh sama sekali enggak ada yang sesuai sama harapanku. Kamu sama sekali
enggak ada yang berhasil.”
Aku tidak akan pernah lupa di bawah sinar bulan purnama, di
parkiran Cilandak Town Square, hari itu dia berucap
“5 tahun lagi. Aku harap
kamu masih dan lebih kuat lagi buat menunggu aku untuk mewujudkan cita-cita
kita. 5 tahun lagi. Aku yakin kamu pasti bisa”
Dia selalu membuatku up
kemudian down. Up and down. Begitulah seterusnya.
Suaranya bergema ada dipikiranku.
Namun aku selalu merindukan nyanyiannya
Selalu menantikan momen
dimana dia memetik dawai.
Aku mulai mengalun menyesuaikan irama.
Dalam sebuah lagu. Aku suara satu. Dia suara dua.
Dan gitar adalah koneksi kami.
Tapi tak seterusnya semua yang manis itu menjadi legit.
Tak selamanya kenangan yang tercipta menyelamatkan
sebuah cinta.
Jikalau itu memang cinta. Bisa saja nafsu belaka.
Keangkuhan hatinya. Keras
kepala dalam diriku.
Memisahkan kami menjadi dua.
Dia yang angkuh hati.
Selalu saja merasa mampu mendapatkan
apa yang dia mau.
Tanpa dia pahami bahwa itu bukanlah yang dia butuh.
Aku yang keras kepala.
Berpikir bahwa selama bersamanya
dirinya
Aku pasti mendapatkan kesenangan utuh.
Tanpa ku sadari ada yang lebih baik dan membahagiakan
selain dia.
Bagaimanapun angkuh hati dan keras kepala pernah mencoba
bersatu.
Walau mereka tahu cepat atau lambat pasti akan
sendiri-sendiri.
Tak ada yang kita miliki di dunia ini.
Segalanya pasti pergi
dan tak abadi.
No comments:
Post a Comment