Wednesday, March 12, 2014

No Title (Part 2)

Aku menulis ini di sebuah sore. Saat hujan. Saat aku menunggunya reda. Samar aroma petrichor favoritku melesat melewati indra pencium. Kendaraan lalu lalang juga bergemuruh tanda begitu cepatnya. Mungkin orang-orang itu takut basah. Takut hujan.

Tapi aku tidak. Aku malah suka hujan.
Dan pada suatu dini hari, hujan pernah menahan seseorang untukku.


"De, ke Paralayang yuk". Sebuah pesan masuk ke ponselku.

"Jam segini? Ngapain? Nggak dingin?". Aku membalas setelah melihat jarum jam yang telah bergerak tiga puluh menit dari pukul 12 malam.

"Ya, main aja. Siap-siap yah. Gue jemput."

Pukul satu dini hari. Kami memutuskan untuk mampir dulu ke Pos Ketan di alun-alun Kota Batu. Kami memesan ketan dan minuman hangat. Tak berapa lama, hujan pun turun. Kami menghabiskan hampir satu setengah jam di tempat itu. Kami bicara tanpa bosan. Kami tertawa bersama. Kami merajam cuaca malam itu dengan obrolan kami.

Dibawah sinar lampu jalan yang berwarna kuning temaram, aku melihat tetesan hujan berubah menjadi seperti buih. Tanda langit sudah mulai mengering. Namun meninggalkan genangan-genangan di bumi.

"Ke Paralayang nggak nih?" Ia bertanya padaku.

"Habis ujan gini. Yakin?" Aku sangsi.

"Ya gue sih yakin-yakin aja. Lo nya gimana?"

Aku diam. Aku melihat dahan-dahan pohon tertiup angin yang lumayan kencang. Bahkan sempat menerbangkan beberapa payung besar yang menjadi penutup tempat duduk para pelanggan.

"Hmm... Kita jalan kaki keliling alun-alun Batu aja yuk dulu. Gue nggak pernah semalam ini soalnya kesitu". Ajakku padanya.

"Yuk. Mumpung hujannya nggak gitu deras". Ia menyetujui.

Kami meninggalkan Pos Ketan. Berjalan beriringan menelusuri alun-alun yang temaram. Separuh remang-remang. Bahkan ada yang gelap karena tak adanya penerangan. Namun, tak berselang lama rintik-rintik hujan pun kembali turun.

Kami berlari menuju halte di tepi barat alun-alun untuk berteduh. Di seberang kami kembali terlihat lampu jalan yang bersinar kuning temaram. Disisi lain aku melihat beberapa pelayan Pos Ketan tergopoh-gopoh membereskan meja dan kursi yang kembali di lalap hujan.

Pukul setengah 3 pagi. Malam dengan hujan yang begitu deras juga basah. Kami duduk bersebelahan. Kembali bercerita. Tentang tempat-tempat indah yang pernah kami kunjungi. Tentang perjalanan impian kami. Tentang orang-orang di masa lalu kami. Tentang hidup juga harapan kami di masa depan.

Aku merasakan mataku mulai lelah. Dingin ini membuatku seolah ingin tidur. Refleks saja ku sandarkan kepalaku ke bahu kirinya. Ia tak menolak. Ku lingkarkan tangan kiriku di lengan kanannya. Ia tak keberatan. Ia pun menempelkan pipinya di kepalaku. Membelai-belai rambutku dengan lembut. Ada kehangatan yang tercipta. Ada perasaan yang aneh mencuat. Ada tenang yang ku rasa. Oh, hujan. Kamu menahan orang yang tepat untukku.

Pukul setengah 4 pagi. Hujan mulai berhenti. Kami memutuskan untuk pulang ke Malang. Tidak jadi ke Paralayang. Mengendarai roda dua di pagi buta setelah hujan ternyata benar-benar menghasilkan dingin yang menusuk. Hingga aku pun berkata padanya.

"Hey, boleh peluk?"

"Iya. Silahkan."

Aku memeluknya dari belakang. Itu pertama kalinya aku memeluknya. Lagi-lagi hangat. Dan lagi-lagi perasaan yang tak ku mengerti mengusik hati.

"Pulang nih kita? Atau mau kemana lagi?" Ia bertanya sembari menggenggam jemariku yang dingin.

"Hmm... Sejujurnya gue nggak pengen pulang". Aku menolak.

"Ya udah, kita muter-muter aja lagi sampai capek. Trus pulang dan tidur".

Akhirnya kami sampai di sebuah tempat. Tempat yang hangat. Tempat yang hanya kami berdua yang tau. Ya cuma kami berdua. Dan kami hanya ingin berdua.

Kami merebahkan diri. Kembali bersebelahan. Kembali beradu cerita. Mata kami menatap ke arah langit. Namun sesekali saling pandang.

Sampai pada suatu momen ketika ia mulai mendekatkan dirinya padaku. Menatap mataku dalam. Meraih bahu kemudian menarik pinggangku. Kami saling tersenyum. Bibir kami pun menyatu.

Lembut. Hangat. Damai.

Ia memelukku erat dari belakang. Mengecup kecil punggungku dengan perlahan-lahan. Seolah tak ingin melepaskanku. Tak ingin aku pergi.

Aku membalikkan badan. Ku balas pelukannya. Ku letakkan kepala di dadanya. Ada detak yang cepat. Ada degup yang begitu familiar ditelingaku.

"Apakah dia sedang jatuh cinta? Pada siapa? Pada aku kah?" Aku bergumam dalam hati.

Dibalik segala tanda tanya, aku menikmati kebersamaanku dengannya pagi itu. Entah kenapa di dalam peluknya, aku merasa aman. Aku merasa terjaga. Aku merasa di lindungi.
Dan aku merasa...

Aku ingin memiliki lelaki ini, selamanya.

(To be continued)

No comments:

Post a Comment